PW IPM Banten: “Titip-Menitip” Adalah Pengkhianatan Publik, Copot Wakil Ketua DPRD Banten!

PW IPM Banten: “Titip-Menitip” Adalah Pengkhianatan Publik, Copot Wakil Ketua DPRD Banten!

PELAJARJAWARA.ID,. – Proses Penerimaan Murid Baru (SPMB) Tahun Ajaran 2025/2026 di Provinsi Banten kembali dilumuri noda intervensi kekuasaan. Skandal mencuat setelah beredarnya sebuah memo resmi dari Wakil Ketua DPRD Provinsi Banten, Budi Prajogo, seorang pejabat dari Fraksi PKS, yang secara terang-terangan memuat dugaan permintaan khusus dalam proses penerimaan siswa.

Dalam memo tersebut, tertera jelas pernyataan: “Mohon dibantu dan ditindaklanjuti.” Sekilas kalimat itu terdengar sopan, namun bagi publik yang melek integritas, kata-kata tersebut mengandung aroma tekanan politik dan menjadi bentuk nyata dari penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Terlebih lagi, memo ini dilengkapi stempel basah DPRD Provinsi Banten serta kartu nama resmi sang pejabat, mempertegas bahwa ini bukan sembarang catatan personal, melainkan bentuk tekanan struktural dari dalam lembaga legislatif.

Nadi Tri Suliwo, Ketua Parlemen Pelajar dan Pengurus Bidang Advokasi dan Kebijakan Publik (AKP) Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Provinsi Banten, menyampaikan kritik tajam atas skandal ini. Menurutnya, praktik titip-menitip yang dilakukan oleh pejabat publik merupakan bentuk nyata pengkhianatan terhadap prinsip keadilan dan meritokrasi dalam dunia pendidikan.

Ia mempertanyakan, bagaimana mungkin seorang wakil rakyat, yang seharusnya menjadi penjaga sistem dan keadilan, justru menjadi aktor utama dalam intervensi yang merugikan siswa lain.

“Apakah anak-anak yang telah bersusah payah memenuhi syarat administrasi, zonasi, dan nilai akademik harus digeser hanya karena tidak memiliki memo dari ‘wakil rakyat’?,” ujarnya.

Nadi menegaskan bahwa persoalan ini tidak bisa dilihat sebagai kasus tunggal atau kesalahan personal semata. Ia menyebutnya sebagai bagian dari sindrom kekuasaan lama, di mana elit merasa berhak menabrak aturan demi kepentingan pribadi. Baginya, praktik ini memperlihatkan bahwa sistem SPMB di Banten begitu rapuh dan penuh celah yang bisa dimanfaatkan oleh kekuatan-kekuatan tak kasatmata.

“Memo ini bukan hanya selembar kertas,” kata Nadi.

“Ini adalah tamparan bagi wajah pendidikan Banten. Ia mencederai integritas birokrasi, merobek kepercayaan publik, dan menghancurkan harapan anak-anak yang ingin maju secara jujur,” jelasnya.

Ia menegaskan kembali bahwa tidak boleh ada jalur khusus, apapun alasannya. Sekalipun siswa yang dititip berprestasi, jika masuk melalui intervensi kekuasaan, maka itu tetaplah pelanggaran.

“Aturan sudah dibuat. Gubernur pun telah menyatakan dengan tegaa bahwa tidak ada titip-menitip. Maka siapa pun yang melanggarnya, harus dicopot, diadili, dan disingkirkan dari jabatan publik,” tegasnya.

Nadi juga menyerukan perlawanan moral pelajar terhadap intervensi semacam ini.

“Kami pelajar di Banten tidak buta dan tidak diam. Kami menolak tunduk pada kuasa yang menekan ruang belajar kami. Ini bukan sekadar soal siswa titipan, ini soal keberanian untuk melawan pembusukan moral di dunia pendidikan,” ujar Nadi.

Skandal intervensi dalam SPMB 2025/2026 tidak hanya merusak tatanan teknis penerimaan peserta didik, tetapi telah menjadi bukti konkret bahwa kekuasaan di Banten telah menyimpang dari amanah konstitusionalnya. Ketua Umum Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Provinsi Banten, Widhiashafiz, dengan tegas menyatakan bahwa praktik titip-menitip oleh pejabat legislatif adalah pengkhianatan terhadap integritas publik dan cermin kegagalan moral seorang wakil rakyat.

“Ini adalah praktik yang jelas-jelas tidak menunjukkan sikap seorang wakil rakyat. Wakil Ketua DPRD seharusnya menjadi cermin keadilan, bukan simbol kebusukan kekuasaan,” ungkapnya.

Widhiashafiz menjelaskan bahwa ketertutupan sistem pemeringkatan, tidak adanya transparansi informasi, hingga akhirnya munculnya memo titipan, membentuk rangkaian persoalan serius yang menggerus kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan di Banten. Menurutnya, hal ini bukan sekadar cacat prosedural, tetapi telah menjadi krisis integritas sistemik.

“Pemeringkatan siswa ditutup, akses informasi dibatasi, dan kini terbukti ada praktik titip-menitip dari elite politik. Ini bukan lagi sebatas kelalaian administratif, ini adalah penghinaan terhadap prinsip keadilan dan hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak,” kata Widhiashafiz.

Ia juga menyampaikan bahwa kemarahan publik tidak bisa lagi ditekan. Rakyat kecewa, pelajar kehilangan harapan, dan dunia pendidikan dipermalukan oleh kepentingan segelintir elit. Kalau ini dibiarkan, lanjutnya, kepercayaan masyarakat terhadap proses pendidikan di Banten akan runtuh sepenuhnya.

“Rakyat marah, pelajar kecewa, dan sistem pendidikan dipermalukan. Kalau ini dibiarkan, maka publik tidak akan lagi percaya pada kejujuran sistem seleksi. Kami menuntut agar Wakil Ketua DPRD itu segera dicopot dari jabatannya, diproses etik maupun hukum, dan agar seluruh mekanisme SPMB dibuka secara transparan kepada masyarakat,” ujar Nadi.

Sebagai pemimpin pelajar, Widhiashafiz menegaskan bahwa PW IPM Banten akan mengawal dan menekan terus persoalan ini sampai ada tindakan nyata dari pihak yang berwenang.

“Kami tidak akan berhenti. Ini bukan hanya soal satu memo, ini soal marwah pendidikan yang sedang diinjak oleh kekuasaan,” tuturnya.

Tuntutan Resmi PW IPM Banten:

1. Copot dan proses etik Wakil Ketua DPRD Provinsi Banten, Budi Prajogo, dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang terbukti menyalahgunakan kekuasaan untuk intervensi SPMB. Tindakan ini adalah pelanggaran berat terhadap etika publik dan pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat.

2. Usut tuntas dugaan jaringan praktik titip-menitip secara menyeluruh. Bentuk tim investigasi independen bersama Ombudsman RI dan Komisi Informasi Daerah, untuk mengungkap apakah ada keterlibatan pejabat lainnya.

3. Buka dan umumkan semua data pemeringkatan serta hasil seleksi siswa secara terbuka kepada publik. Tidak boleh ada satu pun proses yang ditutup-tutupi, apalagi dikendalikan dari balik meja kekuasaan.

4. Revisi dan perkuat sistem SPMB dengan prinsip akuntabilitas dan keterlibatan publik. Termasuk di dalamnya pengawasan langsung dari organisasi pelajar, komite sekolah, dan masyarakat sipil sebagai bentuk partisipasi aktif.

5. Sahkan Peraturan Gubernur Banten tentang larangan intervensi politik dalam dunia pendidikan, disertai dengan sanksi administratif dan hukum bagi pejabat publik yang melanggar.

6. Tindaklanjuti melalui jalur hukum pidana apabila terbukti ada unsur penyalahgunaan wewenang, gratifikasi, atau praktik nepotisme. Praktik ini bukan hanya pelanggaran etika, tetapi dapat dikategorikan sebagai korupsi kekuasaan.

7. Libatkan pelajar dan organisasi pelajar dalam penyusunan kebijakan pendidikan ke depan. Jangan hanya bicara soal partisipasi saat kampanye, tapi abaikan suara pelajar saat kebijakan disusun.

PW IPM Banten akan membuka kanal pengaduan pelajar, menyiapkan langkah hukum, serta memobilisasi aksi kolektif pelajar. Kami juga menyerukan solidaritas seluruh organisasi pelajar di Banten untuk bersatu menghentikan praktik titip-menitip yang telah nyata merusak masa depan generasi bangsa.

PW IPM Banten menegaskan tidak akan diam, tidak akan takut, dan tidak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan. Jika kekuasaan terus digunakan untuk menginjak integritas pendidikan, maka pelajar akan berdiri di barisan paling depan untuk melawannya.

Pendidikan adalah hak, bukan hadiah. Kami tidak akan membiarkan masa depan pelajar dijual murah oleh memo kekuasaan. Hari ini kami bersuara, dan bila tak digubris, maka besok kami bergerak.